Selasa, 03 Februari 2009

Abay - Ridwan - Dede : Sang Humoris KRUCIL

#

Nama aslinya Ridwan (nama salah satu Malaikat Penjaga Surga), nama panggilan di rumahnya Dede, tapi gw dan teman-teman biasa manggil dia dengan sebuah nama yang "cool" yaitu, Abay.

[caption id="attachment_54" align="aligncenter" width="300" caption="Sahabat"]Sahabat[/caption]

Pertama kali gw kenal Abay pada saat bulan puasa beberapa tahun yang lalu. Waktu itu anak Lebax's dan Camp Java bergabung untuk "perang" petasan dengan anak Palapa. Saat itu kami masih kecil, mungkin sekitar umur 10/11 tahun, tapi biar umur masih muda, keingin tahuan kami sangat tinggi. Mungkin karena faktor umur kali ya, makanya kami dilarang untuk ikut dalam "perang" tersebut oleh Roman. Tapi karena keingintahuan yang sangat tinggi, hingga membuat Abay kesel karena dilarang oleh Roman yang kebetulan pada saat itu lebih tua dari kami. Dari situlah kami berkenalan, dan berlanjut sampai saat ini.
Banyak masa-masa indah dan suram yang telah kami lewati, kebetulan hobi kami waktu itu sama, suka Adzan dan Ber-shalawat untuk Nabi. Sampai-sampai kami dibilang "pasangan emas" kalau sedang bernyanyi, karena tehnik dan karakter vokal yang sama, bahkan ada yang bilang juga kami kembar atau kakak-adik.

Abay adalah salah satu Alumni SMP 239 yang terletak diujung Jl. Poltangan. Terkadang kalau dia pulang sekolah, gw suka buka-buka buku pelajarannya, iseng-iseng, kali aja ada yang bermanfaat buat dibaca. Trus dia juga sempat melanjutkan sekolah STMnya di STM TELADAN, tapi tidak diteruskan karena faktor biaya.

Tapi, malam ini gw kesepian, sedih, takut, bahagia, dilema, dan campur aduk semua perasaan gw.

Gw kesepian karena sahabat gw Abay yang tidak bisa menemani gw malam ini, karena biasanya kami pasti sedang tertawa atau diskusi dan bersenda-gurau seperti malam-malam biasanya.

Gw sedih karena sahabat gw Abay, tadi siang berangkat ke stasiun Jatinegara menuju Bojonegoro.

Gw takut karena gw gak mau kehilangan best friend gw.

Gw bahagia, karena dia akan mendapatkan pengalaman baru, yang sebelumnya gw juga pernah merasakannya.

Gw dilema, karena sebelumnya gw dan Abay sudah merencanakan untuk berangkat bersama kesana, tapi karena ada urusan pekerjaan di Jakarta, gw tidak bisa ikut dia, padahal gw pengen banget bertualang bersama lagi bareng dia seperti kami bertualang bersama di Semarang.

Sebelum dia berangkat, kami sempat diskusi malamnya. Soal bagaiman Krucil kedepannya nanti. Dan bagaiman kecewanya dia karena gw gak ikud bersama dia untuk bertualang ke Bojonegoro. Dalam lubuk hati gw juga sempat nyesel gak bisa ikut, karena malam itu Abay bener-bener menghibur gw sampe perut gw sakit. Apalagi ketika kami beli tiket untuk Habib Qusein di stasiun Gambir.

Ceritanya gw dan Abay naik busway kesana. Sampai di halte busway Duren Tiga, gw sempet nanya ke penjaga loketnya, soal rute mana saja yang kami lalui untuk ke Gambir dan harus Transit dimana. Trus dihalte kami sempat juga diskusi soal keberangkatan Krucil ke Bojonegoro. Sampai didalam kami bersenda-gurau bahkan sempat jadi pusat perhatian penumpang busway. Gimana gak jadi pusat perhatian, malam itu style kami berdua berbeda jauh banget, gw pake Sweater anak OI (Orang Indonesia, salah satu wadah bagi penggemar sang maestro Iwan Fals) sedangkan Abay pake jaket ala Charlie (Vokalis ST12). Udah gitu, didalem nggak berhenti-berhenti ngelawak terus dia.

Ketika sudah sampai di Transit Dukuh Atas, gw sempet bilang sama Abay, "Bay, enak juga ye naek busway, bisa cuci mata. Coba tiap hari kita begini, gak bakalan kena katarak kita..." sambil tersenyum, dan Abay pun menjawab, "iya bener banget loe Nas, katarak seh gak kena, paling-paling mata loe gak kompak alias jereng...he3x..." diikuti dengan tawa kami berdua. Ketika sampai di Halte Monas, ada kejadian yang gak bakalan gw lupa. Ceritanya kami mau turun, tapi karena pintu busway-nya hanya satu dan berada ditengah-tengah dan posisi kami pun berada di belakang, jadi kami harus jalan sedikit ke tengah. Ada seorang wanita setengah baya didepan Abay. Awalnya wanita ini biasa saja, tapi entah kenapa ketika melihat Abay, dia langsung menjempit tas-nya. Sambil berbisik, Abay berkata kepada gw, "emangnya tampang gw mirip copet apa nas...?" (dengan gaya bahasa Mpok Nori). Terang aja dia kesel, maka ketika mau ketengah, dia bilang permisi kepada wanita itu, tapi wanita itu tidak mendengar. Dengan nada bicara seperti Mpok Nori dia berkata "misi bu...!! saya bawa air panas nie..." terang aja rasa humor gw kepancing lagi, jadi gw tertawa agak sedikit lebar hingga membuat penumpang yang lain melihat kearah kami berdua.

Dan ketika turun di halte, sempet ada perasaan bingung. Yang pertama, halte tersebut tidak ada lampunya alias gelap. Yang kedua, kami tidak tahu harus keluar lewat mana, karena sistem pintunya seperti pintu masuk Dufan, yang kalo ditabrak baru bisa lewat. Nah, si Abay dengan gaya sok tahunya berjalan kearah pintu keluar, dia dorong-dorong itu pintu kok gak bisa-bisa katanya. Gw juga bego, ngintilin aja lagi dibelakangnya, karena masih mikirin kejadian di busway tadi. Tiba-tiba, tanpa kami duga ada seseorang yang berkata "pintu keluarnya disini mas..." (dengan nada nge-Bass) si Abay langsung berteriak latah bercampur kaget. Karena kami pikir disitu tidak ada orang, dan ternyata itu bukan pintu keluar, tetapi pintu. Pantesan nggak bisa didorong... Dasar wonk ndeso... :P Setelah keluar, tidak henti-hentinya kami tertawa mengingat kejadian itu.

Sampai diluar pun kembali kami diterpa kebingungan, masuk ke Monas lewat mana nieh? Soalnya dipagar semua, tidak seperti ketika pertama kali kami kesini, masuk bisa dari mana saja. Akhirnya kami muter kearah Gedung Indosat, disitu baru ada pintu masuk. Alhasil, dari halte busway Monas, kami jalan kaki ke stasiun Gambir lewat dalam Monas, sambil tak henti-hentinya ngelawak dijalanan...

Tapi sekarang, semua itu tinggal kenangan kami berdua. Karena petualangan kami dipisahkan sementara, kami harus menjalankan keseharian yang biasanya bersama, kali ini harus menjalankannya sendiri.

Tidak ada lagi gaya seperti Abay, yang selalu menghibur sahabat-sahabatnya dengan humor yang tidak pernah basi, selalu "update". Tidak ada lagi nada bicara Mpok Nori yang selalu khas keluar dari mulutnya.

[caption id="attachment_57" align="aligncenter" width="225" caption="KRUCIL in Pekalongan"]KRUCIL in Pekalongan[/caption]

Bay, Krucil disini menunggu engkau kembali... Jangan membuat kami menunggu lama, dan jangan buat penantian kami sia-sia. Kami tidak butuh oleh-oleh makanan ataupun minuman dari perjalananmu. Kami tidak butuh traktiran dari perjalanmu. Yang kami butuh hanya, Abay yang selalu bisa membuat sahabat-sahabatnya tersenyum, bahagia, dan merasa damai bersamamu.

Doa kami, semoga engkau selalu dalam lindungan-Nya, diberikan kemudah dalam segala urusanmu oleh-Nya, dan diberikan yang terbaik buat hidupmu oleh-Nya.

Amin Allahumma Amin...

Tidak ada komentar: