Sabtu, 09 Mei 2009

Anak Jalanan Miliki Keunikan dalam Berkomunikasi

#

Anak jalanan dengan lingkungannya yang kumuh, ketiadaan bimbingan orang tua, dan kerap bertemu dengan tindakan kasar telah membentuk tindak komunikasi yang berbeda dengan anak normal. Diri yang cuek, sorot mata kosong saat mengemis, dan tanpa beban saat meminta pada orang yang tidak dikenal, merupakan penataan diri yang selalu ditampilkan. Mereka berinteraksi dengan caranya dalam mengemis dan mengamen sebagai upaya untuk mempertahankan diri dan membangun relasi sosial di dalam komunitasnya.
Atwar Bajari

Kehidupan mengenai anak jalanan dalam perspektif ilmu komunikasi itu disampaikan Atwar Bajari dalam Sidang Terbuka Ujian Disertasi Program Doktor (S-3) Program Pascasarjana Unpad di Gedung Pascasarjana, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Rabu (6/05). Ringkasan disertasinya berjudul “Konstruksi Makna dan Perilaku Komunikasi pada Anak Jalanan di Cirebon” itu disampaikan di hadapan tim promotor, tim oponen ahli, dan perwakilan guru besar yang diketuai Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unpad, Prof. Dr. H. Deddy Mulyana, MA.

Staf pengajar Fikom Unpad ini mengatakan bahwa dengan kondisi lingkungan yang penuh kekerasan tersebut, membuat anak jalanan selalu berada dalam situasi rentan dalam segi perkembangan fisik, mental, sosial bahkan nyawa mereka. Melalui simulasi tindak kekerasan yang terus menerus, terbentuk sebuah nilai-nilai baru dalam perilaku yang cenderung mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk mempertahankan hidup. “Ketika memasuki usia dewasa, kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan dan eksploitasi terhadap anak-anak jalanan lainnya,” ujar Atwar yang mengambil subjek penelitian anak-anak pengamen kota dan anak-anak pengemis di lingkungan makam Sunan Gunung Jati, Cirebon.

Pria kelahiran Sumedang, 27 Maret 1965 ini mengatakan bahwa meski usia anak jalanan masih di bawah 18 tahun, namun pemaknaan peran mereka terhadap keluarga dan masyarakat tidak ditemui pada usia anak-anak biasa. “Mereka memaknai peran diri dalam keluarga dan masyarakat sebagai individu yang mandiri, artinya bertanggung jawab pada diri dan keluarga, individu yang otonom, berusaha melepaskan ketergantungan, dan individu yang berusaha memiliki relasi sosial dalam konteks di jalanan,” papar Atwar.

Sementara itu, perilaku komunikasi interpersonal pada anak jalanan sendiri, lanjut Atwar, berlangsung dalam situasi yang memaksa, otoratif, penuh konflik, senang menggangu orang lain, bebas, sukarela dan merayu saat menjalankan aktivitas di jalanan. “Mereka juga menciptakan sejumlah istilah atau kata yang berhubungan dengan kekerasan atau situasi konflik, panggilan khas atau sebutan kepada orang atau konteks jalanan, aktivitas jalanan dan pekerjaan, yang tidak dimiliki anak-anak lainnya,” ungkap Atwar.

Atwar yang meraih yudisium cum laude atas disertasi ini mengungkapkan sejumlah saran berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya selama 18 bulan. “Anak-anak jalanan harus ditarik kembali dari jalanan dengan strategi penguatan ekonomi keluarga. Program rehabilitasi melalui pendampingan juga harus didasari oleh usaha yang kuat untuk mengimbangi perilaku komunikasi anak jalanan yang sangat luas,” kata Atwar. Dalam disertasinya, Atwar juga menyarankan perlunya keterlibatan pemerintah di lingkungan Kabupaten Cirebon dalam mengubah sudut pandang anak-anak tentang sedekah. Menurutnya, anak-anak perlu diberikan pemahaman bahwa mendapatkan uang dengan meminta tidak akan menolong mereka dari ketidakmampuan.

Sumber tulisan ini:
http://www.unpad.ac.id/berita/anak-jalanan-miliki-keunikan-dalam-berkomunikasi/

Lanjutan Hidup...

Swasta dan LSM Diajak Urus Anak Jalanan

#


BEKASI--MI: Pemerintah Kota Bekasi mengajak pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat untuk terlibat dalam upaya pemberdayaan anak jalanan dengan mendirikan rumah penampungan anak (RPA).

Kepala bidang Pembinaan Sosial Dinas Sosial Kota Bekasi Sri Sudiasih mengatakan di Bekasi, Senin (20/4), jumlah anak jalanan yang memanfaatkan RPA terus meningkat sehingga penambahan bangunan dan tenaga mentor sangat diperlukan.


"Kami akan upayakan agar ada bantuan dari pemerintah daerah. Tentu saja, swasta dan organisasi perlu dilibatkan dalam memberdayakan anak jalanan agar mereka tidak sampai terlibat kriminal serta memiliki bekal keterampilan,"ujarnya.

Sri menyatakan, permohonan pendirian RPA baru belum ada. Namun, mengingat banyaknya anak yang memerlukan fasilitas tersebut sangat diharapkan agar pihak lain mendirikan yayasan yang bergerak di bidang penyediaan RPA.

Di RPA Salima, puluhan anak jalanan memanfaatkan rumah yang berlokasi di Perumnas II Kota Bekasi tersebut sebagai rumah singgah untuk beristirahat serta bersosialisasi dengan sesama anak lain. "Anak jalanan itu tidak menetap atau bermalam, hanya singgah di RPA. Selanjutnya, mereka bisa mendapatkan bimbingan dari mentor dalam meningkatkan wawasan dan pengetahuan si anak," kata Sri.

Hingga kini, dari RPA tersebut tidak ditemui praktek perdagangan anak. Meski begitu sebelum memberikan ijin, pihak Dinas Sosial melakukan evaluasi dan pengecekan.

Di Kota Bekasi hingga akhir 2008, telah terdaftar sebanyak 87 yayasan yang bergerak di bidang pendidikan serta tempat penampungan anak. Lima di antaranya adalah panti asuhan.

Permasalahan sosial di Kota Bekasi yang banyak muncul datang dari makin banyaknya anak jalanan menjadi lahan bagi pelaku perdagangan manusia.

Selama Januari hingga Maret 2009, Dinsos Kota Bekasi telah memproses usulan pendirian tiga yayasan. Satu di antaranya sudah dikeluarkan ijin. Sedangkan lainnya masih melengkapi berkas akte notaris, NPWP, dan pengakuan dari Depkeh dan HAM.(Ant/OL-04)

Sumber tulisan ini :
http://www.mediaindonesia.com/read/2009/04/04/70670/36/5/Swasta-dan-LSM-Diajak-Urus-Anak-Jalanan-

Lanjutan Hidup...