Anak jalanan dengan lingkungannya yang kumuh, ketiadaan bimbingan orang tua, dan kerap bertemu dengan tindakan kasar telah membentuk tindak komunikasi yang berbeda dengan anak normal. Diri yang cuek, sorot mata kosong saat mengemis, dan tanpa beban saat meminta pada orang yang tidak dikenal, merupakan penataan diri yang selalu ditampilkan. Mereka berinteraksi dengan caranya dalam mengemis dan mengamen sebagai upaya untuk mempertahankan diri dan membangun relasi sosial di dalam komunitasnya.
Atwar Bajari
Kehidupan mengenai anak jalanan dalam perspektif ilmu komunikasi itu disampaikan Atwar Bajari dalam Sidang Terbuka Ujian Disertasi Program Doktor (S-3) Program Pascasarjana Unpad di Gedung Pascasarjana, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Rabu (6/05). Ringkasan disertasinya berjudul “Konstruksi Makna dan Perilaku Komunikasi pada Anak Jalanan di Cirebon” itu disampaikan di hadapan tim promotor, tim oponen ahli, dan perwakilan guru besar yang diketuai Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unpad, Prof. Dr. H. Deddy Mulyana, MA.
Staf pengajar Fikom Unpad ini mengatakan bahwa dengan kondisi lingkungan yang penuh kekerasan tersebut, membuat anak jalanan selalu berada dalam situasi rentan dalam segi perkembangan fisik, mental, sosial bahkan nyawa mereka. Melalui simulasi tindak kekerasan yang terus menerus, terbentuk sebuah nilai-nilai baru dalam perilaku yang cenderung mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk mempertahankan hidup. “Ketika memasuki usia dewasa, kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan dan eksploitasi terhadap anak-anak jalanan lainnya,” ujar Atwar yang mengambil subjek penelitian anak-anak pengamen kota dan anak-anak pengemis di lingkungan makam Sunan Gunung Jati, Cirebon.
Pria kelahiran Sumedang, 27 Maret 1965 ini mengatakan bahwa meski usia anak jalanan masih di bawah 18 tahun, namun pemaknaan peran mereka terhadap keluarga dan masyarakat tidak ditemui pada usia anak-anak biasa. “Mereka memaknai peran diri dalam keluarga dan masyarakat sebagai individu yang mandiri, artinya bertanggung jawab pada diri dan keluarga, individu yang otonom, berusaha melepaskan ketergantungan, dan individu yang berusaha memiliki relasi sosial dalam konteks di jalanan,” papar Atwar.
Sementara itu, perilaku komunikasi interpersonal pada anak jalanan sendiri, lanjut Atwar, berlangsung dalam situasi yang memaksa, otoratif, penuh konflik, senang menggangu orang lain, bebas, sukarela dan merayu saat menjalankan aktivitas di jalanan. “Mereka juga menciptakan sejumlah istilah atau kata yang berhubungan dengan kekerasan atau situasi konflik, panggilan khas atau sebutan kepada orang atau konteks jalanan, aktivitas jalanan dan pekerjaan, yang tidak dimiliki anak-anak lainnya,” ungkap Atwar.
Atwar yang meraih yudisium cum laude atas disertasi ini mengungkapkan sejumlah saran berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya selama 18 bulan. “Anak-anak jalanan harus ditarik kembali dari jalanan dengan strategi penguatan ekonomi keluarga. Program rehabilitasi melalui pendampingan juga harus didasari oleh usaha yang kuat untuk mengimbangi perilaku komunikasi anak jalanan yang sangat luas,” kata Atwar. Dalam disertasinya, Atwar juga menyarankan perlunya keterlibatan pemerintah di lingkungan Kabupaten Cirebon dalam mengubah sudut pandang anak-anak tentang sedekah. Menurutnya, anak-anak perlu diberikan pemahaman bahwa mendapatkan uang dengan meminta tidak akan menolong mereka dari ketidakmampuan.
Sumber tulisan ini:
http://www.unpad.ac.id/berita/anak-jalanan-miliki-keunikan-dalam-berkomunikasi/
Lanjutan Hidup...